Kamis, 05 Juni 2014

Teori Pembelajaran Kostruksivistik

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Beberapa tahun yang lalu, pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada hal-hal konkret. Sekarang, seiring dengan bergesernya paradigma pendidikan dari yang sebelumnya terfokus pada guru (teacher-centered) menjadi terfokus pada siswa ( student centeed). Terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Inovasi tersebut cenderung mengarah pada pembangunan pengetahuan pada diri siswa dan  membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menyusun sebuah makalah tentang teori kosntruksivistik sebab teori ini dapat mengembangkan penetahuan siswa dengan kemampuan diriya sendiri.
B.     Masalah
Adapun tujuan yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengertian dan konsep pembelajaran dan pengajaran kosntruktivistik menurut beberapa ahli?
2.      Bagaimana implikasi teori konstruksivistik dalam pembelajaran?
3.      Bagaimana peran guru dan siswa dalam pembelajaran dan pengajaran konstruksivisti?
4.      Apa kelebihan dan kekurangan konsep pembelajaran dan pengajaran kostruktivistik?
C.     Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui pengertian dan konsep pembelajaran dan pengajaran konstruksivistik menurut beberapa ahli.
2.      Mengetahui implikasi teori konstruksivistik dalam proses pembelajaran dan pengajaran.
3.      Mengetahui peran guru dan siswa dalam proses pembelajaran dan pengajaran konstruksivistik.
4.      Mengetahui kelebihan dan kekurangan konsep pembelajaran dan pengajaran konstruksivistik.

BAB II PEMBAHASAN

A.    Pengertian  Kostruksivistik Secara Umum
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pembelajaran konstruktivistik merupakan suatu teori yang menganggap bahwa belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Konsep Umum Pendekatan Konstruksivistik
a.    Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
b.    Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
c.    Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui prosessaling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
d.    Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
e.    Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
f.     Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

B.     Pengertian Kostruksivistik Menurut Para Ahli
1.      Jean Piaget
a.    Pengertian
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa teori kontruktivisme adalah sebuah teori yang menekankan pada proses untuk membangun pengetahuan dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya.

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.

Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.

Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

b.    Tahapan teori perkembangan intelektual piaget
1)      Tahap sensori motor (0-2 tahun)
Pada tahap ini seorang anak belum bisa mengatakan sesuatu atau hanya bergerak spontan secara jasmani dengan perbuatan mental. Tetapi pada tahap seorang sudak mulai mengerti matematika. Karena seorang anak sudk dapat belajar mengartikan symbol-simbol benda dengan benda kongkrit.

2)      Tahap Praoperasi (2 – 7 tahun)
Tahap ini merupakan tahap persiapan untuk mengorganisasi operasi konkret. Seorang anak hanya berfikir berdasarkan pengalaman kongkret daripada logis. Dan pada tahap ini seorang anak sudah dapat mendentifikai.

3)      Tahap operasi konkret (7- 12 tahun)
Pada tahap ini seorang anak sudah dapat berfikir lebih jauh untuk mengkongkritkan sebuah yang abtrak.[6] Seperti, dari matematika khayalan bisa di kongkritkan dari bendanya atau modelnya. Anak sudakh dapat menyelesaikan soal-soal, seperti 2 +        = 8

4)      Operasi formal (12 tahun – dewasa)
Tahap ini anak sudah menggunakan logika. Anak telah mampu memandang sesuatu dari banyak segi secara simultan, dan mampu menilai tindakannya secara obyektif dan ia dapat menelusuri kembali proses berfikirnya sehingga anak tersebut dapat menggeneralisasikan sesuatu.

c.    Implikasi teori konstruksivistik menurut Jean Piaget
1)      Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karenanya guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir mereka.
2)      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3)      Bahan yang dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tapi tidak asing
4)      Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5)      Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-teman.

2.      Vygotsky
a.       Pengertian
Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya.Vygotsky berpendapat fungsi mental yang lebih tinggi bergerak antara inter-psikologi (interpsychological) melalui interaksi sosial dan intra-psikologi (intrapsychological) dalam benaknya. Internalisasi dipandang sebagai transformasi dari kegiatan eksternal ke internal.Ini terjadi pada individu bergerak antara inter-psikologi (antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri individu). Vigotsky menekankan pada interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori  Vigotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

b.      Implikasi Teori Konstraktivistik menurut Vigotsky
1)      Menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi – strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing – masing zone of proximal development mereka;
2)      Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep – konsep dan pemecahan masalah.

c.       Prinsip teori konstruksivistik menurut Vigotsky
1)      .hukum genetic tentang perkembangan (genetic law of development)
Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua aturan: tataran social lingkungannya dan tataran psikologis yang ada pada dirinya.
2)       Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan dalam dua tingkat : tingkat perkembangan actual yang tampak dari kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah secara mandiri, dan tingkat perkembangan potensial yang tampak dari kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas atau pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa.
3)       Mediator yang diperankan lewat tanda maupun lambang adalah kunci utama memahami proses-proses social dan psikologis. Makanya, jika dikaji lebih mendalam teori perkembangan kognitif vygotsky akan ditemukan dua jenis mediasi. Media metakognitif dan mediasi kognitif.
Media metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan untuk melakukan self regalution (pengaturan diri) yang mencakum: self planning, sekff monitoring, self chechikng dan self evaluation. Media ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
media kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan pengetahuan tertentu. Sehingga, media ini bisa berhubungan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya)

3.      John Dewey
a.       Pengertian
John Dewey dalam bukunya Democracy and Education (1950: 89-90, dalam Dwi Siswoyo dkk, 2011), pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang menambah makna pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya. pendidik yang cekap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berterusan. Beliau juga menekankan kepentingan penyertaan murid di dalam setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran. pengetahuan dikonstruksi oleh pembelajar bukan ditransfer ke pembelajar. John Deway mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman siswa sendiri.

C.     Nilai-nilai Teori Konstruksivistik
Menurut Lebow dalam Hitipeuw (2009) nilai-nilai konstruktivistik yang utama adalah:
1.      Collaboration: apakah tugas-tugas pembelajaran dicapai melalui kerjasama dengan komunitasnya atau tidak?
2.      Personal autonomy: apakah kepentingan pribadi pembelajar menentukan kegiatan dan proses pembelajaran yang diterimanya?
3.      Generativity: apakah ada kemungkinan pembelajar didorong untuk membangun dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan didorong untuk mengelaborasi apa yang diterima?
4.      Reflectivity: apakah setelah pembelajaran selesai misalnya, pembelajar bisa melihat manfaat dari apa yang telah dipelajarinya dan apakah dia menemukan sesuatu yang bisa digunakan untuk memperbaiki belajarnya sesuai dengan konteksnya?
5.      Active engagement: apakah setiap individu terlibat secara aktif dalam belajar untuk membangun pemahamannya atau pembelajar lebih pada menerima saja apa yang diberikan?
6.      Personal relevance: apakah pembelajar bisa melihat keterkaitan dari apa yang dipelajarinya dengan kehidupannya sendiri?
7.      Pluralism: apakah pembelajarannya tidak menekankan pada satu cara atau satu solusi? Apakah semua pendapat pribadi mendapat tempat dalam dialog pembelajaran?

D.    Implikasi Teori Konstruksivistik
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
1.      Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
2.      Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
3.      Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik

E.     Peran Siswa ( students role)
Siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Hal yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa. Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.

F.      Peran Guru ( Teacher Roles)
Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi:
1.      Menumbuhkan kemandiriran dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
2.      Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
3.      Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.


G.    Kelebihan Teori Konstruksivistik
1.      Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2.      Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
3.      Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
4.      Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5.      Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6.      Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

H.    Kelemahan Teori Konstruksivistik

1.      Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga menyebabkan miskonsepsi.
2.      Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
3.      Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.
4.      meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses belajar, tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan;
5.      Dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya;.





BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
Teori konstruksivistik menekankan pada pembangunan pengetahuan dalam diri siswa. Siswa dituntut untuk mampu membangun pengetahuan sendiri dengan bantuan pengalaman yang mereka miliki, pengetahuan yang telah ada sebelumnya, dan dari bantuan guru. Hai ini mengakibatkan proses pembelajaran lebih menekankan pada peran siswa ( students-center). Guru hanya bertindak sebagai fasilitator serta membantu siswa dalam membangun pengetahuan tersebut. Sehingga, teori konstruksivistik ini lebih melihat pada proses pembelajaran siswa dalam membangun pengetahuannya daripada hasil akhir (produk) yang dihasilkan peserta. Hal ini memberikan keuntungan bagi siswa untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya secara maksimal. Namun, teori ini memiliki kelemahan yaitu siswa akan memiliki potensi yang besar dalam memperoleh informasi yang ada karena keterbatasan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya.

B.     Kritik dan saran
Selaku penulis, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan selama menyusun makalah ini. Kesalahan tersebut dapat berupa kesalahan kata-kata, bahasa penyampaian, maupun dari segi materi yang disajikan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.




Referensi


Minggu, 01 Juni 2014

Learning English In Native country Or In Foreign Country

Learning English In Native country Or In Foreign Country
Learning a foreign language is not easy. There are some parts of that language that must be mastered such as vocabulary, spelling, pronunciation, or function of the language. It also happens in learning English, even though English is the majority and popular language that is taught in other countries whether as second language or foreign language. Then, in order to cover the problem, there are two common choices. First, learning English in Native country (USA, UK, and Australia) and keep only learning in original country (EFL country). Absolutely, both learning English in English native country and English as foreign language country have differences and similarities.
First, learning English in native country is different with learning English in original country in term of the using of the English based on the culture point of view. Somehow, a language is influenced by the the culture of the native country. Sapir (1884–1939), and his student, Whorf (1897–1941) stated that the way we think and view the world is determined by our language (Anderson & Lightfoot, 2002; Crystal, 1987; Hayes, Ornstein, & Gage, 1987). It also happen in English. The use of English is also influenced by the culture of the English-speaking country. The structure of the English is also influenced such as the native will say “ I broke my leg .........” in order to say that his or her leg is broken . Then, this is the benefit when learners learn English in native county, they also can learn about the use of English based on the culture of the English speaking country itself. It will give good point for learners. It will help the learners to apply English in home or work environment.
Second, the real life practice. In native country, the learners are insisted to speak in English. When they run their lives, they have to speak in English for their daily activities such as shopping, using a taxi, having a class, asking a direction or even communicate with the local citizen. It will be much different if the learners learn in their country when English is a foreign language or second language. They can use their mother tongue language because the society will understand it. Instead of that, when they would like to use English, the society will not understand. Although if they can, they only can use English in certain place and with certain people. That is why, some of learners go to USA, UK or Australia for better English learning.
Third, the role of English in educational situation based on the educational policy. In native country, English is used as intro-mental language for all the subject in educational circumstances.  It will be used since kindergarten until highest level of education. Whereas in English as Foreign language country, English only a subject that must be taught in certain level of education. For example in Indonesia, in the new curriculum in 2013, English only taught for junior and senior high school. Furthermore, although in the English Department itself. Not all the subject used English when the lecturer try to explain the subject, especially in general courses. They still combine with mother tongue language. This kind of policy will not support the learners learn English effectively.
In  the other hand, there are also some similarities between learning English in Native Country and English as Foreign language. First, whether in native or foreign country, the English learners will learn the same subject of English such as Grammar, vocabulary, and punctuation. In native country or foreign country, the learners will learn the same grammar and vocabulary ( for writen form). For example in grammar, the learners should learn about tenses and also the sentence structure (including the use of verb, to be, modals, and also sentence order). In vocabulary aspect, they will learn the same English vocabulary. According to a joint research team of Harvard University researchers and Google, it recorded an increasing of English vocabulary reached 8500 words per year. Now the total has reached 1.022 million words, so the learners in native country or foreign country should master those vocabulary slowly but sure. In spoken form, whether in foreign country and native country, the learners will learn about pronunciation, word stressing, and also language function (including exponent and expression). For example, in foreign country, the learners will learn the expression of greeting, asking and giving suggestion, introducing and many others. In English as native country, they also will learn about that.

The next similarity is the learners can learn English with media especially information and communication technology. The learners can learn through blogs and social media. ..................................

Kamis, 15 Mei 2014

Quotes

the happiest moments is when You see your friends' succeed in their respective field, It means that you make a right friendship.. (Juni Wahyuningsih)

the most dangerous murderers are your fears and your weaknesses! (Juni Wahyuningsih)