BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Beberapa
tahun yang lalu, pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode
ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berintekrasi langsung kepada hal-hal konkret. Sekarang, seiring dengan
bergesernya paradigma pendidikan dari yang sebelumnya terfokus pada guru
(teacher-centered) menjadi terfokus pada siswa ( student centeed). Terdapat
beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses
pembelajaran. Inovasi tersebut cenderung mengarah pada pembangunan pengetahuan
pada diri siswa dan membuat siswa
antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan
persoalannya. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menyusun sebuah makalah
tentang teori kosntruksivistik sebab teori ini dapat mengembangkan penetahuan
siswa dengan kemampuan diriya sendiri.
B.
Masalah
Adapun
tujuan yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
pengertian dan konsep pembelajaran dan pengajaran kosntruktivistik menurut
beberapa ahli?
2. Bagaimana
implikasi teori konstruksivistik dalam pembelajaran?
3. Bagaimana
peran guru dan siswa dalam pembelajaran dan pengajaran konstruksivisti?
4. Apa
kelebihan dan kekurangan konsep pembelajaran dan pengajaran kostruktivistik?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
pengertian dan konsep pembelajaran dan pengajaran konstruksivistik menurut
beberapa ahli.
2. Mengetahui
implikasi teori konstruksivistik dalam proses pembelajaran dan pengajaran.
3. Mengetahui
peran guru dan siswa dalam proses pembelajaran dan pengajaran konstruksivistik.
4. Mengetahui
kelebihan dan kekurangan konsep pembelajaran dan pengajaran konstruksivistik.
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kostruksivistik Secara Umum
Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas. Pembelajaran konstruktivistik
merupakan suatu teori yang menganggap bahwa belajar adalah proses untuk
membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa
akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar
realitas yang ada di dalam masyarakat. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil
dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata. Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah
guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus
berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Konsep Umum
Pendekatan Konstruksivistik
a. Pelajar
aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
b. Dalam
konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
c. Pentingnya
membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui
prosessaling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran
terbaru.
d. Unsur
terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan
dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada.
e. Ketidakseimbangan
merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku
apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau
sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
f. Bahan
pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar
untuk menarik miknat pelajar.
B. Pengertian
Kostruksivistik Menurut Para Ahli
1. Jean
Piaget
a. Pengertian
Piaget yang
dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa teori
kontruktivisme adalah sebuah teori yang menekankan pada proses untuk membangun
pengetahuan dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori
kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Piaget menyatakan
bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan
asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan
lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur
kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena
pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang
sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan
keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada
akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema
tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak,
maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah
ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang
menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema
yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan
menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata.
Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
Dalam menghadapi rangsangan atau
pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru
dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama
sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang
akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang
cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Ekuilibrasi adalah keseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana
tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat
membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
b. Tahapan
teori perkembangan intelektual piaget
1) Tahap
sensori motor (0-2 tahun)
Pada tahap ini seorang
anak belum bisa mengatakan sesuatu atau hanya bergerak spontan secara jasmani
dengan perbuatan mental. Tetapi pada tahap seorang sudak mulai mengerti
matematika. Karena seorang anak sudk dapat belajar
mengartikan symbol-simbol benda dengan benda kongkrit.
2) Tahap
Praoperasi (2 – 7 tahun)
Tahap ini merupakan tahap
persiapan untuk mengorganisasi operasi konkret. Seorang anak hanya berfikir
berdasarkan pengalaman kongkret daripada logis. Dan pada tahap ini seorang anak
sudah dapat mendentifikai.
3) Tahap
operasi konkret (7- 12 tahun)
Pada tahap ini seorang
anak sudah dapat berfikir lebih jauh untuk mengkongkritkan sebuah yang abtrak.[6] Seperti,
dari matematika khayalan bisa di kongkritkan dari bendanya atau modelnya. Anak
sudakh dapat menyelesaikan soal-soal, seperti 2 +
= 8
4) Operasi
formal (12 tahun – dewasa)
Tahap ini anak sudah
menggunakan logika. Anak telah mampu memandang sesuatu dari banyak segi secara
simultan, dan mampu menilai tindakannya secara obyektif dan ia dapat menelusuri
kembali proses berfikirnya sehingga anak tersebut dapat menggeneralisasikan
sesuatu.
c. Implikasi
teori konstruksivistik menurut Jean Piaget
1) Bahasa
dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karenanya guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir mereka.
2) Anak-anak
akan belajar lebih baik apabila menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus
membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3) Bahan
yang dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tapi tidak asing
4) Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5) Di
dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-teman.
2. Vygotsky
a. Pengertian
Konstruktivisme
menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya.Vygotsky berpendapat
fungsi mental yang lebih tinggi bergerak antara inter-psikologi
(interpsychological) melalui interaksi sosial dan intra-psikologi (intrapsychological)
dalam benaknya. Internalisasi dipandang sebagai transformasi dari kegiatan
eksternal ke internal.Ini terjadi pada individu bergerak antara inter-psikologi
(antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri individu). Vigotsky menekankan
pada interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan
penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vigotsky,
fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu
dalam konteks budaya. Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa
bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut
masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zone of proximal
development adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang
ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat
kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan
masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
b. Implikasi
Teori Konstraktivistik menurut Vigotsky
1) Menghendaki
setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling
memunculkan strategi – strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing –
masing zone of proximal development mereka;
2) Pendekatan
Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar Vygotsky
adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model
pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi
interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa
dengan guru dalam usaha menemukan konsep – konsep dan pemecahan masalah.
c. Prinsip
teori konstruksivistik menurut Vigotsky
1) .hukum genetic tentang perkembangan
(genetic law of development)
Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua aturan: tataran social lingkungannya dan tataran psikologis yang ada pada dirinya.
Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua aturan: tataran social lingkungannya dan tataran psikologis yang ada pada dirinya.
2) Zona perkembangan proksimal (zone of proximal
development)
Perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan dalam dua tingkat : tingkat perkembangan actual yang tampak dari kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah secara mandiri, dan tingkat perkembangan potensial yang tampak dari kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas atau pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa.
Perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan dalam dua tingkat : tingkat perkembangan actual yang tampak dari kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah secara mandiri, dan tingkat perkembangan potensial yang tampak dari kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas atau pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa.
3) Mediator yang diperankan lewat tanda maupun
lambang adalah kunci utama memahami proses-proses social dan psikologis.
Makanya, jika dikaji lebih mendalam teori perkembangan kognitif vygotsky akan
ditemukan dua jenis mediasi. Media metakognitif dan mediasi kognitif.
Media metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan untuk melakukan self regalution (pengaturan diri) yang mencakum: self planning, sekff monitoring, self chechikng dan self evaluation. Media ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
Media metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan untuk melakukan self regalution (pengaturan diri) yang mencakum: self planning, sekff monitoring, self chechikng dan self evaluation. Media ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
media
kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang
berhubungan dengan pengetahuan tertentu. Sehingga, media ini bisa berhubungan
konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin
kebenarannya)
3. John
Dewey
a. Pengertian
John
Dewey dalam bukunya Democracy and Education (1950: 89-90, dalam Dwi
Siswoyo dkk, 2011), pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman
yang menambah makna pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan
pengalaman selanjutnya. pendidik yang cekap harus melaksanakan pengajaran dan
pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berterusan.
Beliau juga menekankan kepentingan penyertaan murid di dalam setiap aktivitas
pengajaran dan pembelajaran. pengetahuan
dikonstruksi oleh pembelajar bukan ditransfer ke pembelajar. John Deway
mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman siswa sendiri.
C. Nilai-nilai
Teori Konstruksivistik
Menurut
Lebow dalam Hitipeuw (2009) nilai-nilai konstruktivistik yang utama adalah:
1. Collaboration:
apakah tugas-tugas pembelajaran dicapai melalui kerjasama dengan komunitasnya
atau tidak?
2. Personal
autonomy: apakah kepentingan pribadi pembelajar menentukan kegiatan dan proses
pembelajaran yang diterimanya?
3. Generativity:
apakah ada kemungkinan pembelajar didorong untuk membangun dan menemukan
sendiri prinsip-prinsip dan didorong untuk mengelaborasi apa yang diterima?
4. Reflectivity:
apakah setelah pembelajaran selesai misalnya, pembelajar bisa melihat manfaat
dari apa yang telah dipelajarinya dan apakah dia menemukan sesuatu yang bisa
digunakan untuk memperbaiki belajarnya sesuai dengan konteksnya?
5. Active
engagement: apakah setiap individu terlibat secara aktif dalam belajar untuk
membangun pemahamannya atau pembelajar lebih pada menerima saja apa yang
diberikan?
6. Personal
relevance: apakah pembelajar bisa melihat keterkaitan dari apa yang
dipelajarinya dengan kehidupannya sendiri?
7. Pluralism:
apakah pembelajarannya tidak menekankan pada satu cara atau satu solusi? Apakah
semua pendapat pribadi mendapat tempat dalam dialog pembelajaran?
D. Implikasi
Teori Konstruksivistik
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan
anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme
adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi
yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta
didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui
belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
3. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan
cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai
mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk
terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik
E. Peran Siswa ( students role)
Siswa harus aktif melakukan
kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal
yang sedang dipelajari. Hal yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar
adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa
hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa. Paradigma
konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan
awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar
dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan
awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru,
sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.
F. Peran Guru ( Teacher Roles)
Dalam
belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses
pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya membantu
siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut lebih memahami jalan
pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa
satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Peranan
kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi:
1. Menumbuhkan
kemandiriran dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan
bertindak.
2. Menumbuhkan
kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan siswa.
3. Menyediakan
sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang
optimal untuk berlatih.
G.
Kelebihan Teori Konstruksivistik
1. Pembelajaran
berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri,
berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan
tentang gagasannya.
2. Pembelajaran
berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan
yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan
awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan
memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk
membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
3. Pembelajaran
konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya.
Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi
tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
4. Pembelajaran
berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba
gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan
menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan
akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5. Pembelajaran
konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka
setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk
mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6. Pembelajaran
konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung
siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada
satu jawaban yang benar.
H.
Kelemahan Teori Konstruksivistik
1. Siswa
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi
siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga menyebabkan
miskonsepsi.
2. Konstruktivisme
menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti
membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
3. Situasi
dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana
prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.
4. meskipun
guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses belajar, tetapi
guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang
elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang
sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan;
5. Dalam
proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang
begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya;.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori
konstruksivistik menekankan pada pembangunan pengetahuan dalam diri siswa.
Siswa dituntut untuk mampu membangun pengetahuan sendiri dengan bantuan
pengalaman yang mereka miliki, pengetahuan yang telah ada sebelumnya, dan dari
bantuan guru. Hai ini mengakibatkan proses pembelajaran lebih menekankan pada
peran siswa ( students-center). Guru hanya bertindak sebagai fasilitator serta
membantu siswa dalam membangun pengetahuan tersebut. Sehingga, teori
konstruksivistik ini lebih melihat pada proses pembelajaran siswa dalam
membangun pengetahuannya daripada hasil akhir (produk) yang dihasilkan peserta.
Hal ini memberikan keuntungan bagi siswa untuk mengembangkan potensi yang ada
dalam dirinya secara maksimal. Namun, teori ini memiliki kelemahan yaitu siswa
akan memiliki potensi yang besar dalam memperoleh informasi yang ada karena
keterbatasan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya.
B. Kritik
dan saran
Selaku
penulis, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan selama menyusun
makalah ini. Kesalahan tersebut dapat berupa kesalahan kata-kata, bahasa
penyampaian, maupun dari segi materi yang disajikan. Oleh sebab itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dalam
penulisan makalah selanjutnya.
Referensi